Catatan Grafting Anggur "On Cutting", Bagian I: Media, Wadah dan Tempat Semai

Semaian bibit anggur grafting on cutting, pekan pertama.
Foto: Bayu G Murti | 2020

Penghujung Desember lalu, ahirnya saya meniatkan untuk membuat bibit anggur agak banyak. Rencana untuk mulai merambah bisnis pengadaan bibit, setelah bertemu dan berbincang agak panjang dengan pebisnis tanaman, yang terhitung sukses. Kebetulan pula, ada kawan menawarkan cutting (batang stek) untuk bahan rootstock (batang bawah) jenis Red Master (RM). Jadilah saya membeli 7Kg cutting RM.

Itungannya baru kali ini nancep cutting (semai) dan bikin bibit agak banyak sekaligus. Sekitar 300an batang setelah dipotong dan lolos seleksi. Beberapa hal betul-betul gagap dan serba coba-coba. Antaranya, campuran media semai, tempat semai, bahkan ukuran polybag.

Sebelum mengevaluasi hal teknis grafting, saya ingin menggaris bawahi kecerobohan yang saya buat sendiri. Baru saya sadari, setelah terjadi dan menemukan beberapa masalah fundamental.

Melakukan semai massal, keseragaman sangat penting. Vital. Antaranya, seragam media tanam, seragam ukuran wadah, seragam pencahayaan. Ketiganya memegang pengaruh penting dalam hal kelembaban media tanam. Dan kelembaban yang terjaga pada kondisi ideal, adalah kunci keberhasilan menyemai stek batang anggur.
Sering saya katakan pada beberapa kawan, menumbuhkan akar itu relatif tidak susah, asal bahannya bagus. Tantangannya justru pada saat akar telah tumbuh, masih putih dan muda. Mereka terlampau sensitif. Kurang air kering, kebanyakan air busuk. Sekali cidera, mereka sangat susah kembali hidup. Walhasil, bibit mati, ditandai dengan tunas yang layu, lalu membusuk atau kering.

Salah satu kesalahan saya adalah terlalu banyak coba-coba. Termasuk mencoba beberapa campuran media semai dan ukuran wadah semai. Saya menemukan masalah mengontrol tingkat kelembaban media setelah cutting tumbuh. Beda campuran, artinya kemampuan media menyimpan air berbeda-beda. Campuran yang lebih porous lebih cepat kehilangan air. Sebaliknya campuran media yang lebih lama menahan air. Dan saya kesulitan menentukan waktu penyiraman. Yang ini sudah agak kering, yang itu masih terlampau basah. Posisinya ngacak pula. Sangat merepotkan untuk memisah kembali semaian menurut campuran media yang sama.
Harusnya memang saya pisah sejak awal. Namun, sekali lagi, saya ceroboh.

Sebelum semai massal, media tanam harus sudah tersedia. Media tanam sebenarnya bisa apapun. Asal seragam, interval dan volume penyiramannya yang diatur. Disesuaikan dengan kondisi media. Kita bisa melihat kondisi beberapa sampel wadah untuk menentukan apakah sudah saatnya melakukan penyiraman. Dengan catatan, wadahnya juga sama besar. Intensitas cahaya, panas, sirkulasi udara juga seragam.
Tempat sebaiknya disiapkan terlebih dahulu. Jika sarana dan prasarana pendukung belum siap, sebaiknya jangan memaksa. Hasilnya tidak akan maksimal.

***

Beberapa poin yang saya catat perihal media, wadah dan tempat semai;
Foto copyrighted @BayuGMurti 2020
Campuran media tanam tanah, sekam mentah,sekam bakar 1:1:1. Tanah menggunakan top soil bawah rumpun bambu, konon merupakan habitat Rizhobacter yang bagus untuk perakaran. Fermentor menggunakan Mazegrow f1.
Foto: Bayu G Murti | 2020


Media tanam yang saya gunakan adalah campuran tanah:sekam bakar:sekam mentah. Tanpa menggunakan pupuk kandang atau kompos, karena tidak sempat menyimpan lama untuk fermentasi.
Sebagian dengan proporsi 1:1:1 dan sebagian 1:1:2. Campuran pertama menunjukkan hasil yang lebih bagus.
Dari campuran di atas, sebagian ada yang menggunakan sekam mentah baru, sebagian menggunakan sekam mentah yang telah benar-lapuk dan hancur. Sekam mentah yang telah lapuk memiliki karakter yang sangat bagus. Saya tidak melapukkannya sendiri, terlalu lama. Saya ambil dari ricemill, di tempat pembuangan sekam padi sisa yang kena hujan dan panas lama. Tinggal keruk.
Beberapa cutting saya tancap di media stok (sudah tersimpan dua bulanan), yang menggunakan campuran kompos. Pertumbuhannya lebih bagus dari yang tanpa kompos.

Untuk media semai, saya menyimpulkan campuran yang paling bagus adalah tanah:kompos halus:sekam bakar:sekam mentah lapuk (1:1:1:2). Namun harus diperam dan difermentasi selama minimal 1 bulan. Campuran ini tidak menyimpan air berlebih, cukup porousitas serta berongga, ringan, namun mencukupi kebutuhan nutrisi bibit saat tumbuh nanti.
Ke depan, saya akan menghindari menggunakan sekam mentah. Apalagi jika campuran media tidak melalui proses fermentasi. Sekam mentah baru juga biasanya cukup merepotkan dengan tumbuhnya banyak benih padi.

Wadah semai sepertinya hal sepele, namun cukup "tricky" dan tidak bisa disepelekan. Menurut saya, ukuran polybag paling pas adalah 12x17cm atau 15x20cm. Wadah yang terlalu kecil, merepotkan ketika sudah tumbuh dan perlu diganti. Wadah kecil tidak mendukung perakaran dengan baik. Terlalu sempit dan membatasi. Pertumbuhan bibitpun kurang bagus.
Wadah yang terlalu besar, memakan biaya, tenaga, media tanam serta tempat yang besar pula. Dan merugikan jika bibit harus dikirim ke luar kota. Wadah besar juga harus diperhatikan kelembaban di bagian bawah/dasar. Di lapisan atas terlihat kering, tapi di bawah bisa jadi masih becek. Apalagi jika dasar tempat semai agak padat, kelebihan air siraman lebih susah keluar dari dari lubang. Walhasil, akar pun busuk.
Wadah besar lebih cocok untuk membesarkan bibit. Cocok jika sasarannya adalah pembeli offline. Atau, untuk produksi bibit di usia 1 tahun, dan dikirim dalam bentuk bareroot (tanpa media tanam).

Tempat semai, sebaiknya dibuat khusus dengan mempertimbangkan intensitas cahaya serta panas dan sirkulasi udara. Tidak harus bagus, atau berupa Greenhouse mentereng. Bisa dibuat dengan bahan sederhana dan murah. Tidak harus pakai atap plastik UV, PE juga bisa. Asal tidak terkena hujan, dan intensitas cahaya dikontrol. Jika terlalu terik, bisa ditambahkan paranet, satu atau 2 lapis.

Kondisi idealnya, cahaya dan panas merata pada semua tanaman/semaian. Tidak ada sebagian, yang misal, terhalang bayangan, sebagian terkena panas.
Bagian samping cukup untuk sirkulasi udara. Sebaiknya terbuka. Atau, jika hendak ditutup, bisa menggunakan penutup berlubang, seperti insect nett, dan tidak mepet dengan deretan semaian paling pinggir.
Pastikan bagian bawah (dasar/lantai) tidak menahan air lebihan siraman keluar dari lubang polybag. Bisa menggunakan lapisan sekam. Jika menggunakan rak, tatakan didesain berjeruji.

Tempat semai sebenernya bisa saja memanfaatkan lokasi seadanya. Misal, area pinggiran rumah yang terlindung dari hujan. Namun, kita berbicara semai massal, bukan satu, dua, atau puluhan polybag yang masih bisa kita kontrol satu per satu. Jadi, kondisi ideal yang meminimalisir masalah, mempermudah perawatan, capaian target hasil maksimal menjadi tolak ukur.
Rekayasa kondisi ideal, mutlak diperlukan.



Bayu G Murti
1441 Hijriah

NOTE:
Tulisan adalah subjektivitas pribadi penulis, berdasar hasil pengamatan dan referensi yang jauh dari memadai. Silahkan menanggapi dan berdikusi di kolom komentar, jika ada hal yang kurang berkenan, atau memiliki pengalaman yang berbeda.

***
bersambung Bagian II: Cutting Rootstock dan Entress/Scion



***







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Grafting Anggur "On Cutting", Bagian III: Alat dan Piranti

Catatan Grafting Anggur "On Cutting", Bagian II: Cutting Rootstock dan Entress/Scion